Langsung ke konten utama

Cerpen: Mirip Zamani Kan?


"Kamprett," ujar saya saat melihat gambar panah yang berputar-putar pada layar Handphone.

Padahal saya lagi enak-enaknya nonton video konser Zamani Slam di Youtube. Maklumlah, karena bulan ini saya hanya bisa beli paketan Smartfren seharga 50 ribu, tentu kecepatan internetnya tak sebanding dengan kartu operator Telkomsel yang harganya selangit itu, di mana untuk nonton youtube saja tanpa harus ngempet emosi karena terdapat cobaan hidup berupa buffering.

Akhir-akhir ini saya memang sedang menyukai lagu-lagu hits Malaysia yang tenar tahun 90 an. Menurut saya perpaduan musik, suara vokalis, ditambah lirik lagu yang mendalam, benar-benar menunjukkan standard kelas tinggi. Seperti lagunya Amy Search, Saleem Iklim, dan Zamani Slam. Tapi saya lebih sering nonton video konsernya Zamani Slam.

Dengan paras rupawan dan suara khas melayu disertai rock, agaknya membuat saya benar-benar menggilai artis tersebut. Saking senangnya, saya sampai tak kuasa membendung dorongan untuk menirukan nyanyiannya.

Walhasil, kala saya menonton pun pastilah sambil teriak-teriak kencang, berusaha menunjukkan vokal suara saya yang lumayan merdu, tentu tak semerdu Zamani, tapi kalaulah diikut sertakan lomba karaoke tingkat RT, pastilah tak akan memalukan sanak keluarga di rumah.

Ditambah model rambut gondrong terurai, benar-benar menghipnotis saya untuk menggilai Zamani, saya sampai punya obsesi untuk menirukan model rambutnya itu. "Pastilah sangat keren nanti," batin saya.

Naas, ketika melihat ke cermin, rambut saya ternyata masih sangat pendek, saya teringat baru satu minggu lalu telah potong rambut.

Tak kurang akal, saya pun mengedit foto saya yang paling kece dengan aplikasi seadanya. Dan wow, setelah hasilnya jadi. Ternyata saya menjadi kueren pitulikur derajat, guantenge sadubilah, sangat-sangat mirip dengan Zamani Slam.

Bergegas foto yang saya anggap sebagai masterpiece tersebut langsung saya kirimkan kepada Ilma (adik ketemu gede yang usianya sepantaran, hanya terpaut beberapa bulan dengan saya, namun ketika kuliah dia termasuk adik kelas saya karena terpaut 2 semester).

Tak butuh waktu lama, dia membalas chat wasap dari saya.

"Emaassss, aku jijik" ujar Ilma.
"Mataku langsung perih mas, gak kuat masi fotomu," tambahnya.

"Piye ganteng kan, mirip Zamani?" balas saya.

"Ogak blass" balas Ilma dengan emotikon ngotot meyakinkan.

"Mirip il, wasien rambute iku, muirip banget", balas saya lagi.

"Mirip teko endi to massss, Zamani kui gundul, gak nduwe rambut, jenggote tok seng dowo" balas Ilma dengan emotikon emosi.

"Zamani kok gundul?" balas saya seraya heran.

"Gundul mas, Zamani Vokalis Dewa 19 kan?"

Saya langsung diam. Semacam gabungan antara dongkol dan geli.

Saya hanya membatin: Bocah iki gemblung opo gubluq sih? Lha yang dimaksud itu kan Ahmad Dhani, Vokalis Band Dewa 19.

Duh Gustii, padahal selama ini saya membanggakan dia sebab kecerdasan dan wawasannya yang luas.

Ah, tapi ya mau bagaimana lagi, sudah kepalang tanggung, dia sudah ku sayangi seperti adik kandung sendiri.

Dari sini saya belajar, bahwa menjadi diri sendiri itu baik, kagum pada orang lain boleh,  namun ambil sisi positifnya saja.

Memaksakan diri untuk tampil serupa seperti sang idola, justru akan memberikan kesan berbeda.

Resikonya adalah jati diri yang selama ini melekat akan hilang, potensi diri yang selama ini dipunya juga akan tertutup oleh pemaksaan menjadi orang lain. Bukan hanya itu, rasa kecewa yang besar pun akan muncul seiring gagalnya meniru sang idola.

Mulai kenali diri sendiri, dan kembangkan potensi diri. Sungguh, itu pilihan terbaik yang bisa dijalani.

Komentar